Strategi Jitu Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia


Manajemen Pertanahan Berbasis Masyarakat (MPBM)

Strategi Jitu Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia

Pada Obyek-obyek Pembangunan Dengan Skala Prioritas Tinggi

Meliputi Jalan Tol, Sarana Olah Raga, Sarana Pengembangan Tambang Batu Bara Dll.

Sekaligus Strategi Jitu

Revitalisasi Fungsi Administrasi Pertanahan Modern Era Globalisasi

Mengejar 30 Tahun Ketertinggalan Mewujudkan Amanat UUPA


Oleh Ir. Bambang S. Widjanarko, MSP*)



Pendahuluan

Jalan tol dan jalan kereta api merupakan kebutuhan pembangunan prioritas guna kelancaran arus produksi dan distribusi barang dan jasa, sehingga program pengentasan kemiskinan dapat lebih efektif.  Pembangunan sarana olah raga sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan kebutuhan yang segera harus diadakan, agar manusia Indonesia sehat jasmani dan rohani segera dapat diwujudkan. Demikian juga kelangkaan energi akibat krisis bahan bakar minyak dapat disubtitusi dengan produksi batu bara yang masih besar potensinya.

Krisis energi bahan bakar minyak bumi yang memerlukan penanganan segera dapat disubstitusi oleh batu bara, angka kemiskinan belum cukup signifikan dapat diturunkan oleh hasil pembangunan sosial ekonomi, rendahnya prestasi olah raga dalam kancah internasional, kesemuanya ini berujung pada penyebab utamanya, yaitu tidak memadainya dukungan infrastruktur baik kualitas maupun kuantitas. Perekonomian membutuhkan infrastruktur jalan terutama jalan tol (highway), bandara, batu bara membutuhkan jalan tol dan pelabuhan, kemajuan dalam bidang olah raga membutukan sarana olah raga yang menyebar secara merata mengelilingi pusat-pusat permukiman padat penduduk terutama di daerah perkotaan.

Lambatnya pembangunan infrastruktur karena fungsi administrasi pertanahan belum mampu menciptakan pasar tanah yang efisien serta belum adanya dukungan penyelenggaraan manajemen penggunaan tanah (yang didalamnya termasuk manajemen nilai tanah)  yang efektif dan efisien.

Pasar tanah yang efisien tergantung pada: ”apakah bidang tanah yang ada baik yang memiliki hak privat kuat hak publik lemah atau sebaliknya telah dilegalisasi atau dilabelisasi menjadi aset yang siap bergerak pada  putaran perekonomian dan kehidupan politik, atau telah bersertipikat?. Sedangkan manajemen penggunaan tanah yang efektif dan efisien tercermin dari konsistensi dalam manajemennya, mulai dari perencanaan, pemanfaatan rencana hingga pada pengendaliannya, serta kemantapan susunan kelembagaan yang terlibat mulai dari perencanaan hingga pada pengendaliannya tidak ada tumpang tindih kewenangan atau kekosongan pengampunya.

Fakta yang ada saat ini yaitu masih banyaknya tanah yang belum bersertipikat berarti tanah tersebut belum merupakan aset atau sering dikatakan bahwa bidang tanah yang ada belum menjamin pasar tanah yang efisien. Seringnya perubahan tata ruang dan program penyesuaian penggunaan tanah yang belum segera dapat dijalankan setelah RTRW ditetapkan, menandakan manajemen penggunaan tanah belum efektif dan efisien.

Fungsi administrasi pertanahan modern yang berlaku secara global yang dijiwai pasal 1 s/d pasal 15 UUPA, meliputi:
  1. penetapan kualifikasi aset dan perubahan-perubahannya untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan (Land Tenure),
  2. penetapan nilai aset untuk mengkondisikan manfaat aset untuk menjamin azas pertumbuhan dan keadilan (Land Value),
  3. penataan dan pengaturan penggunaan tanah mewujudkan pembangunan berkelanjutan dalam kerangka kepastian hukum, pertumbuhan ekonomi dan keadilan (Land Use),
  4. pengembangan tanah untuk pembangunan infrastruktur, tempat tinggal dan tempat berusaha mendukung kelancaran perekonomian dan pemerataan distribusi barang dan jasa (Land Development).

Prestasi berjalannya fungsi administrasi pertanahan bisa diukur seberapa besar kontribusi administrasi pertanahan dalam mengarahkan pembangunan sosial ekonomi. Misalnya pada saat rencana pembangunan jalan tol, sarana olah raga, prasarana tambang batu bara, prasarana pengembangan bio energi, yaitu pada saat dokumen rencana ditetapkan menjadi rencana pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan, administrasi pertanahan harus mampu memberikan kontribusi antara lain prediksi yang tepat dalam realisasi pengadaan tanahnya. Mampu memberikan penilaian tingkat feasibilitas kegiatan serta mampu memberikan solusi, saran, dan rekomendasi terbaik dengan dampak negatif sosial, politik kemasyarakatan yang paling minim. Tanah yang sesuai dengan RTRW (seberapa yang sesuai dan tidak sesuai RTRW) disertai pertimbangan minimalisasi pemakaian tanah produktif (seberapa Jalan TOL menggunakan tanah produktif).

Dengan muatan sertipikat seperti sekarang ini sekalipun semua tanah sudah bersertipikat pasar tanah yang terbangun masih kurang efisien karena belum terdukung dan terkoordinasi dengan manajemen penggunaan tanah, sementara manajemen penggunaan tanahnya masih juga belum efektif dan efisien. Juga belum terkoordinasi dengan manajemen nilai tanah, karena nilai tanah manajemennya berada di luar pengelolaan satu atap fungsi administrasi pertanahan.

Perangkat hukum menyangkut land tenure masih belum memadai kesiapannyanya untuk menjamin kepastian hukum, kemakmuran dan keadilan serta keharmonisan. Kekosongan hukum mestinya menjadi masalah utama dalam pemecahannya, tetapi program prioritas yang saat ini berlangsung belum memberikan ruang yang cukup berarti. Sengketa dan konflik antar marga dengan marga, sengketa dan konflik antara badan hukum dengan marga, sengketa antara pemilik tanah dengan pemerintah, sekalipun sudah memiliki keputusan mahkamah agung masih belum menjamin rasa keadilan para pihak yang berkonflik. Kekosongan hukum sangat mendesak untuk segera dilaksanakan pembangunannya, dan kesiapan perangkat hukum sangat berpengaruh terhadap efisiensi pasar tanah.

Coba kita cermati ”data yang dikandung oleh sertipikat tanah”, berapa tanah sawah beririgasi teknis telah berubah menjadi perumahan, sarana jalan dan sarana olah raga?. Apabila sawah tersebut dikorbankan menjadi non pertanian, seberapa ketahanan pangan dikorbankan?. Dari data yang tercantum di sertipikat tanah, pertanyaan tersebut di atas belum mampu terjawab, dan jawaban demikian sangat dibutuhkan saat perencanaan menetapkan hasil perencanan. Berapa sebenarnya luas tanah terlantar dan berapa tepatnya luas tanah yang akan diterima calon penerima redistribusi tanah terlantar?. Pertanyaan demikian masih dijawab dalam kira-kira, BPN belum dapat memberi jawaban pasti. Lalu kapan jawaban pasti diperoleh?,  5 tahun lagi, 10 tahun atau 15 tahun lagi baru dapat jawaban pasti.

Idealnya pembangunan data pertanahan dalam bentuk informasi pertanahan adalah mirip dengan pembangunan data kependudukan. Dalam masalah kependudukan, yaitu sensus penduduk bertujuan mengetahui jumlah penduduk dalam berbagai klasifikasinya. Dan diadakan setiap lima tahun sekali, untuk mengetahui perkembangannya disertai tata buku perubahan hariannya. Dalam administrasi pertanahan harusnya mampu menyajikan jumlah bidang tanah dalam berbagai klasifikasinya, serta menyajikan perubahan hariannya. Karena begitu seorang anak lahir telah melahirkan keadaan bidang tanah mengalami perubahan. Bagian ini adalah termasuk dalam fungsi/infrastruktur informasi pertanahan.

Kelancaran penyelenggaraan fungsi 1 s/d 4 administrasi pertanahan modern dan vitalitas manajemen kebijakan pertanahan yang kontributif terhadap suksesnya pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan sangat tergantung pada kapabilitas infrastruktur informasi pertanahan. Saat ini infrastruktur informasi pertanahan belum terbangun. Yang ada sekarang belum seluruh bidang tanah terdaftar. Dan yang sudah terdaftar belum mampu menjawab pertanyaan yang dibutuhkan oleh manajemen penggunaan tanah dan nilai tanah. Mengkaitkan data bidang tanah yang sudah bersertipikat dengan data penggunaan tanah dan nilai tanah mutlak diperlukan. Karena data yang ada pada tanah yang sudah sertipikat belum terkait dengan penggunaan tanah dan nilai tanah.

Identifikasi  Strategi dan Masalah Yang Dihadapi

Kualitas hasil perencanaan pembangunan sosial ekonomi sangat tergantung kemampuan fungsi administrasi pertanahan memberikan masukan, arahan dan pilihan-pilihan pada saat proses perencanaan. Fakta yang ada saat ini adalah fungsi administrasi pertanahan belum mampu mengkondisikan pasar tanah efisien. Prediksi penyediaaan tanah untuk  pembangunan dalam ketidakpastian.

Oleh karena itu maka kondisi pasar tanah yang efisien sudah harus terbangun dalam waktu 5 tahun ke depan bagi daerah yang perkembangan perekonomiannya pesat. Pasar tanah yang efisien dapat terjadi apabila ada dukungan infrastruktur informasi pertanahan, serta efektifitas penyelenggaraan penatagunaan tanah. Kedua hal ini sudah harus mampu diwujudkan dalam kurun waktu 5 tahun ke depan bagi Jawa, Bali, Madura, Lombok, Sumatera dan Sulawesi, dan dalam 10 tahun ke depan bagi wilayah NKRI lainnya. Kualitas penatagunaan tanah juga tergantung pada kualitas dan kuantitas perencanaannnya. Kaulitas dan kuantitas  perencanaannya juga amat tergantung kepada ketersediaan   infrastruktur informasi pertanahan baik kualitas mapun kuantitasnya.

Strategi tersebut di atas seharusnya ”ketat dengan waktu” dan amat ketat mempertimbangkan  kendala keterbatasan anggaran dan kesiapan SDM. Ketat waktu amat penting, karena setiap perubahan bidang tanah hampir berbarengan dengan perubahan kependudukan. Setiap 5 tahun sensus penduduk dilakukan, demikian juga setiap 5 tahun pemetaan bidang tanah perkotaan yang memiliki perkembangan pesat dilakukan pemutahiran atau pemetaan kembali. Program percepatan tanpa batas waktu kurang bermanfaat. Percepatan tanpa batas waktu mengandung sikap keragu-raguan yang tinggi. Saat ini tidak tepat jika masih ada optimisme dalam keraguan. Yang saat ini dibutuhkan adalah optimisme dalam batas waktu yang jelas misalnya 5, 10 atau 15 tahun harus sudah selesai. Jika poros penggeraknya bekerja tanpa batas waktu yang jelas, lalu bagaimana pihak lainnya, pasti bertindak dalam keraguan.

Sependapat dengan perbaikan kelembagaan pertanahan internal yang saat ini sudah berjalan. Akan tetapi dalam pemantapan konsepsional susunan kelembagaan nasional, regional, dan sektoral yang bersumber dari berbagai peraturan perundang-undangan dengan acuan pokok UUPA terutama pasal 1 s/d 15 baru dimulai tahun 2006 sejak kepemimpinan Pak Joyo. BPN Era sebelum Pak Joyo terhitung sejak 1960 hingga 2006 baru ”belajar membaca  pasal 19 saja”, membacanya juga belum betul bener, dalam praktik Pasal 19 sama sekali tidak mengakomodasikan pasal 1 s/d 15. Lihat fakta yang ada, data yang tercantum di sertipikat tidak dapat menjawab penggunaan tanah baik saat permohonan atau setelah ada perubahan penggunaan tanah. Dan pasal 19 ini baru dipraktikkan dalam wilayah kecil dari NKRI.

Dengan demikian maka percepatan pemetaan dan pensertipikatan tanah sebagaimana 11 agenda BPN RI tepat, tetapi masih terkandung keragu-raguan. Dan ini merupakan keragu-raguannya samar dari kehati-hatian dalam menetapkan prioritas program.

BPN RI sebagai lembaga publik, jika baru mampu berbuat demikian, yaitu penuh keraguan, secara proporsional dapat dipahami, karena fungsi administrasi pertanahan lebih banyak berada diluar BPN RI. Hal inilah yang menyebabkan BPN ragu dalam menetapkan limit waktu dalam melakukan percepatan program-programnya.Tetapi hal ini tidak masalah, semuanya kembali kepada Presiden.

Yang saat ini diperlukan adalah percepatan dengan limit waktu. Hal ini tergantung kepada jenis program yang diusulkan. Empat prinsip telah dikonsepsionalkan yaitu, pengelolaan pertanahan mampu mewujudkan welfare, justice, sustainability and harmony. Empat prinsip telah mengilhami sebelas agenda dan prioritas program pertanahan yaitu percepatan sertifikasi (revitalisasi aset tidur), penertiban tanah terlantar, penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan, dan reforma agraria.   

Keempat program yang diprioritaskan lahir dari empat prinsip dan realisasi dari skala prioritas kegiatan sebelas agenda. Keempat program prioritas belum selaras betul dengan gerak pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan sebagaimana Program Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Program ini belum mampu merevitalisasi fungsi administrasi pertanahan dalam 5 tahun ke depan. Walaupun semua komponen BPN dari Pusat hingga daerah nampak meningkat kesibukkannya mengerjakan proyek, tetapi dengan hasil terbatas, hanya untuk produksi sertipikat. Hanya sebagian kecil saja menyentuh aspek di luar sertipikat yaitu Land Use, Land Value dan Land Market.

Empat program prioritas belum menyentuh hal yang lebih mendasar yaitu Bersama Kita Bisa bangun dari keraguan, bangun dari ketidakpastisan, keluar dari kemiskinan yang amat dibutuhkan oleh Bangsa Indoensia saat ini. Bapak Presiden telah mencanangkan Bersama Kita Bisa dan jika hal ini hanya dijawab dengan Empat Program dan satu program dilengkapi dengan LARASITA masih belum cukup. Empat Program dan LARASITA yang dilengkapi dengan infrastruktur informasi pertanahan sudah ada sejak 1980. Dengan demikian terdapat keterlambatan 30 tahun. Jika mengejar keterlambatan 30 tahun ini dengan istilah percepatan tanpa limit waktu, maka kesibukan yang meningkat selama kepemimpinan Pak Joyo belum memenuhi tuntutan Bapak Presiden dalam mengejar ketertinggalan Bangsa dan Negara terhadap kemajuan Bangsa dan Negara lain yang dulunya senasib.

Oleh karena sampai kapanpun tidak akan ada alokasi anggaran khusus untuk BPN melakukan percepatan dalam batas limit waktu. Kecuali kepada 11 agenda dalam empat prioritas program yang telah diajukan karena legeslatif mulai ada pemahaman, maka semboyan Bangsa Indonesia Gotong Royong sebagaimana direvitalisasi oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ”Bersama Kita Bisa”, maka empat program prioritas dan LARASITA masih kurang. Penerimaan legeslatif terhadap reforma agraria masih berproses dan memerlukan waktu lama. Sementara peran nyata dari fungsi administrasi pertanahan segera mengejar ketertinggalan 30 tahun dan sudah harus dapat berjalan paralel dengan penyelenggaraan pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan yang berada di tengah-tengah era globalisasi.

Bagaimana ”Bersama Kita Bisa” mewujudkan fungsi administrasi pertanahan modern di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun ke depan minimal terbangun 1-2 tahun ke depan pada obyek pembangunan yang memiliki prioritas utama seperti infrastruktur pembangunan jalan tol, sarana olah raga sekitar Jakarta dan infrstruktur pada wilayah pertambangan batubara potensial.

Identifikasi Saran Strategi Jitu Yang Diusulkan 

Pondasi yang telah digariskan oleh Pak Joyo mulai dari pembenahan kelembagaan, revitalisasi konsepsional berdasarkan konstitusi dalam empat prinsip, yang dijabarkan dalam sebelas agenda serta empat prioritas program masih perlu dilengkapi dengan pembangunan partisipasi masyarakat yang diprogramkan dalam format Manajemen Pertanahan Berbasis Masyarakat (MPBM) yang dibangun secara gotong royong oleh semua lembaga publik, lembaga swadaya masyarakat, seluruh masyarakat dalam unit desa/kelurahan serempak oleh semua komponen dalam waktu 3-5 tahun. Setiap orang harus mengetahui UUPA, harus mengetahui hak dan kewajibannya sehubungan dengan berada di atas sebidang tanah apakah dia menguasai, memiliki atau hanya menggunakan sebidang tanah. Apa saja yang digariskan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota berkaitan dengan bidang tanah baik menyangkut Land Tenure, Land Use, Land Value dan Land Development, semua rakyat yang berada di atas bidang tanah harus mengetahuinya. Strategi yang terbaik dan tercepat mewujudkan ide/gagasan ini bukan hanya sekedar sibuk mengerjakan proyek secara sektoral. Sinergitas dan gotong royong mutlak diperlukan.

Potensi anggaran untuk membangun  MPBM sebenarnya sudah tersedia yaitu menggunakan sumber dana untuk pembangunan administrasi pertanahan yang dulunya ada pada parsial BPHTB dan Uang Pemasukan Kepada Negara dalam penetapan hak yang digabung dalam Dana Alokasi Umum (DAU) Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dana DAU yang sebagian berasal dari alokasi pengembangan administrasi pertanahan ini (20% dari hasil BPHTB pasca UU 22/99 yang disalurkan pada DAU karena diharapkan BPN menjadi otonomi) telah secara otomatis berada di dalam Alokasi Dana Desa (ADD) yang diterima desa setiap tahun. Dengan dana ADD dalam dua-tiga tahap pembangunan MPBM, maka MPBM di tiap desa di seluruh Indonesia dapat terbangun seluruh Indonesia dalam 5 tahun. Pemakaian 20% hasil BPHTB masuk ke DAU perlu dikembalikan kepada urgensinya yaitu untuk mengembangkan administrasi pertanahan antara lain penegasan  untuk membangun dan menyelenggarakan MPBM.

Dengan 2-3 tahun terbangunnya MPBM maka kepastian percepatan 5 tahun membangun infrastruktur informasi pertanahan dapat tercapai tanpa keraguan karena dilaksanakan dengan prinsip BERSAMA KITA BISA adalah prinsip gotong royong, jadi sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia yang mendewakan sosialisme/gotong royong dari pada individualisme.

Agar penyediaan tanah yang mendesak seperti Jalan TOL, sarana olah raga penyiapan ASEAN GAME atau OLIMPIADE sekitar Jakarta serta prasarana intensifikasi penambangan batu bara dan program pembangunan sosial ekonomi lainnya dapat tercapai maka bangunlah MPBM dalam kurun waktu 2 tahun selesai. Terutama pada kawasan obyek pembangunan dan sekiatrnya dengan sumber dana ADD, paralel dengan empat prioritas program yang ditetapkan BPN RI. Dengan MPBM 2-5 tahun selesai, maka ketertinggalan 30 tahun sekaligus dapat teratasi.

Saran dan masukan ini adalah hasil uji coba di 35 desa/kelurahan representasi 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah menggunakan dana APBNP BPN RI 2006 dan duplikasinya menjadi program daerah kabupaten/kota 5 tahun ke depan dalam pengawasan dan pembinaan Gubernur Jawa Tengah dalam pembangunannya. Gubernur Jawa Tengah sangat memahami (Bapak H. Mardyanto saat uji coba) dan telah memberikan dukungan politis dalam 3 (tiga) edaran Gubernur kepada Bupati/Walikota. Pada saat uji coba penulis bertugas sebagai Kakanwil BPN Prov Jawa Tengah.

Optimisme tanpa keraguan terjadi karena kami sebagai Kakanwil Jawa Tengah saat itu telah melakukan uji coba, bahwa masyarakat desa mampu melakukannya dan siap melakukannya, sepanjang sinergitas antar lembaga publik, lembaga swadaya masayarakat serta perguruan tinggi dapat dikondisikan oleh Bapak Presiden (Gubernur Jawa Tengah telah berpengalaman akan hal ini) baik melalui Perpres atau Peraturan Pemerintah.

Renungan yang mendasari perlu dibangunnya MPBM secara serempak dalam 5 tahun di Jawa Tengah karena mencari lokasi sawah lestari untuk mendukung ketahanan pangan serta hutan rakyat lestari. Hutan rakyat lestari untuk menjaga kestabilan tata air. Konsepsi, empat prinsip dan sebelas agenda dipertanyakan efektifitasnya melalui program-program yang telah ada. Renungan ini hasil mengabdi di BPN selama 30 tahun lebih. Renungan ini tumbuh dari hasil uji penerapan konsepsi pasal 1 s.d 15 UUPA ke dalam praktik nyata. Uji coba pembangunan tata usaha bidang tanah dan pembukuan penerbitan alas hak berlampirkan sketsa letak tanah mirip MPBM Jawa Tengah sedang dilakukan di dua desa Kabupaten Maluku Tenggara, salah satu Kabupaten di Provinsi Maluku yang memiliki konflik dan sengketa pertanahan yang sangat menyimpang terhadap konsepsi UUPA. Masyarakat dan Bupati menyambut baik saran Kepala Kantor Pertanahan untuk melakukan uji coba mengurai benang kusut sengketa dan konflik pertanahan, sekalipun sudah memiliki keputusan Mahkamah Agung.

Dengan MPBM pertumbuhan perekonomian digerakkan dari desa, kesadaran masyarakat menjalankan konsepsi UUPA dan UUD 1945 dapat terbangun. Dan dengan MPBM sukses REFORMA AGRARIA dapat dipastikan waktu capainya. Dengan REFORMA AGRARIA akan terjadi pertumbuhan ekonomi nyata, walaupun kecil saja, karena digerakkan dari bawah maka pertumbuhan perekonomian nasional menuju kemandirian bangsa Indonesia pasti lebih cepat dapat diwujudkan. Jika REFORMA AGRARIA hanya bergantung pada rembesan dari APBN RI tanpa disertai MPBM, sibuknya mengerjakan proyek belum cukup efektif mencapai target konsepsi-konsepsi berdasarkan UUPA dan UUD 1945 karena ketertinggalan 30 tahun belum pernah terungkap secara transparan. Semestinya tidak perlu malu mengungkapkan ketertinggalan ini, karena ini bukan kesalahan lembaga BPN RI semata, tetapi kesalahan bersama dalam menyikapi manajemen pertanahan secara utuh dalam kerangka UUPA dan UUD 1945.

Strategi Paralel Yang Belum Masuk Dalam Empat Prioritas Kegiatan

Hukum perdata barat telah dicabut sepanjang menyangkut tanah. Hukum agraria nasional secara eksplisit bersandar pada hukum adat atas tanah. Pelaksanaan hukum adat yang berlangsung di Indonesia saat ini amat variatif. Ada yang masih nyata, tidak nyata atau samar-samar. Hingga kini belum ada ketegasan dalam pelaksanaan UUPA terhadap keperdataan yang bagaimana yang dianut oleh UUPA. Dalam hal keperdataan, terdapat kekosongan hukum.

Tumpang tindih kewenagan dalam penyelenggaraan manajemen nilai tanah dan manajemen penggunaan tanah dalam kerangka manajemen pemerintahan (dalam arti luas) memerlukan perangkat hukum positif untuk menghilangkan duplikasi dan menambal kekosongannya.

Pengembangan peraturan perundangan pertanahan yang menjamin terselenggaranya fungsi administrasi pertanahan modern merupakan kegiatan prioritas, paralel dengan pembangunan MPBM serta empat prioritas program meliputi percepatan sertifikasi, penertiban tanah terlantar, dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan serta program reforma agraria.

Pembangunan infrastruktur informasi pertanahan dengan kualifikasi prioritas dimulai dari daerah perkotaan, karena perubahan penggunaan tanah dan mekanisme pasar tanah berlangsung cepat, kemudian menyusul ke kawasan perdesaan yang pertumbuhannya relatif lebih lambat dari perkotaan merupakan kegiatan prioritas yang pelaksanaannya bersamaan dengan pembangunan MPBM.

Pembangunan MPBM menggunakan anggaran gotong royong yang ada pada ADD dengan pos pemberdayaan masyarakat yang didistribusikan melalui DAU Prov. dan Kabupaten/Kota, sertipikasi yang dibiayai melalui APBN BPN RI diarahkan pada desa-desa yang telah dibangun MPBMnya oleh Kabupaten/Kota. Sehingga pada saat menerima sertipikat, seketika itu juga mereka dapat mengetahui hak dan kewajiban sebagaimana digariskan oleh pasal 1 s/d 15 UUPA dan peraturan perundangan lainnya, rakyat serta menyangkut manajemen penggunaan tanah yang penyadarannya telah dilakukan melalui MPBM.

Kesimpulan

Ketidaksiapan administrasi pertanahan dalam berkontribusi terhadap jalannya pembangunan terutama dalam hal kelancaran pengadaan tanah untuk pembanguan sudah terasa sejak pembangunan berencana dicanangkan (era orde baru), sejak saat itupun upaya perbaikan sistem pengadaan tanah dan kelembagaan administrasi pertanahan sudah pula dilakukan, dan saat ini (era reformasi) yaitu saat empat prioritas program digulirkan oleh BPN RI untuk merevitalisasi fungsi administrasi pertanahan, masih nampak belum cukup efektif dalam berkontribusi seirama dengan tuntutan pembangunan terutama pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur. Penyebab utamanya adalah karena partisipasi masyarakat belum secara maksimal terakomodasikan dalam pengembangan fungsi administrasi pertanahan.

Agar empat program prioritas meliputi percepatan sertipikasi, penertiban tanah terlantar, dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan serta program reforma agraria dapat mewujudkan pasar tanah yang efisien, maka empat program prioritas perlu didukung atau dibarengi oleh manajemen penggunaan dan nilai tanah yang efektif dan efisien dengan dukungan partisipasi masyarakat. Hal ini dapat dipenuhi jika dilakukan pembangunan MPBM untuk seluruh desa. Secara serempak dalam 2-3 tahun selesai, melalui ADD masing-masing desa serta bersamaan dengan pembangunan infrastruktur informasi pertanahan dengan mengakomodasikan  MPBM seketika selesai dibangun oleh Daerah, dan dibarengi pengembangan peraturan perundangan untuk mengisi kekosongan hukum yang ada.

Keperluan pengadaan tanah untuk jalan tol, bandara, sarana olah raga dan sarana jalan dan pelabuhan bagi penambangan batu bara harus sudah selesai lebih cepat, maka pembangunan MPBM paling lambat dalam 1-2 tahun tahapan. Dan dengan semangat gotong royong, Bersama Kita Bisa, waktu 1 tahun cukup untuk membangun MPBM.

*) Mantan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Demak, Pembantu Asisten Menteri Negara Agraria Urusan Penataan Kawasan Perkotaan, Kapuslitbang BPN RI, Inspektur Kepegawaian BPN RI, Mantan Kakanwil BPN Prov. Jawa Tengah dan Direktur Pengelolaan Tanah Negara, Tanah Kritis dan Tanah Terlantar BPN RI.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Strategi Jitu Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia"

Posting Komentar